Perdebatan panjang terkait mata uang virtual masih belum menunjukkan titik temu di berbagai belahan dunia. Setelah Jokowi menyebut Bitcoin dan Blockchain sebagai teknologi masa depan yang tidak bisa diabaikan, kali ini mantan menteri keuangan Chatib Basri ikut mengemukakan pandangannya terkait kehebohan mata uang virtual ini.
Mantan menteri yang menjabat di Kabinet Indonesia Bersatu itu menyebut bahwa melarang sirkulasi Bitcoin bukanlah cara yang efektif untuk menanggulangi dampak negatif dari Bitcoin dan mata uang virtual lainnya.
Chatib menyebut bahwa Bank Indonesia selaku bank sentral-lah yang harusnya segera mengambil langkah dengan mengadopsi mata uang digital sebagai salah satu alat pembayaran resmi. Dengan membuat kebijakan semacam itu, pemerintah bisa ikut mengawasi dan mengetahui bagaimana sirkulasinya.
Saya mengerti kecemasan Bank Indonesia terhadap Bitcoin. Jadi yang harus dilakukan oleh Bank Indonesia adalah melakukan langkah agar mata uang virtual bisa menjadi sesuatu yang diawasi. Kita tidak bisa menghalangi (orang untuk memiliki Bitcoin dan mata uang virtual lainnya),” ungkap Chatib sebagaimana dilansir oleh Kompas, Senin (5/2) lalu.
Mengingat penggunaan teknologi digital secara besar-besaran, bank sentral perlu menggunakan teknologi tersebut untuk mencegah dampak negatif dengan mengeluarkan teknologi digital resmi.
Dia menyebutkan sebagai contoh Bucket Technologies, sebuah startup Amerika Serikat yang memfasilitasi transaksi uang tanpa kabel di pengecer, dimana koin yang biasanya diberikan sebagai kembalian pada pelanggan diubah menjadi voucher, seperti untuk Google Play Store atau Apple Pay.
Pandangan CEO Bitcoin Indonesia terhadap Larangan Penggunaan Mata Uang Digital
Baik Bank Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan memang telah mengeluarkan larangan, namun ini masih terbatas pada penggunaan mata uang virtual sebagai alat pembayaran. Karena larangan tersebut terkandung dalam undang-undang, CEO Bitcoin Indonesia, Oscar Darmawan pun memiliki pemikiran yang sama.
Comments
Post a Comment